Kegiatan pemuda Indonesia pada masa
pendudukan Jepang secara umum terbagi dalam tiga hal, yaitu
Gerakan organisasi pemuda yang bersifat
militer dan semi militer
Organisasi pemuda yang bergerak secara
sembunyi-sembunyi atau yang lebih dikenal dengan gerakan bawah tanah, dan
Organisasi pemuda bentukan Jepang yang
disiapkan untuk membantu Jepang menghadapi Perang Asia Timur Raya.
Pada 1943, organisasi-organisasi militer
dan semimiliter mulai dibentuk, di antaranya Keibodan, Heiho, Seinendan, dan
PETA, Giyugun di Sumatera, serta Fujinkai khusus untuk perempuan. Dalam
kelompok militer dan semimiliter ini, Jepang memilih para pemuda Indonesia
dengan kategori usia antara 14-25 tahun. Selain diberikan pendidikan militer,
mereka juga dikenalkan dengan berbagai budaya dan tradisi Jepang. Seinendan
yang merupakan sumber kekuatan pertahanan, diharapkan dapat bergerak di semua
kegiatan. Mereka diberi latihan kemiliteran dan indoktrinasi budaya serta
tradisi Jepang selama 1,5 bulan secara bersama-sama dengan seluruh anggota
Seinendan dari seluruh Pulau Jawa. Demikian pula dengan Keibodan yang dibentuk
untuk membantu tugas-tugas kepolisian dan secara khusus diberikan latihan
cara-cara menjaga keamanan, meliputi wilayah, udara, pantai, dan laut.
Mereka dilatih untuk dapat melakukan
penyelidikan terhadap isu-isu yang berkembang dimasyarakat, mencari penjahat,
dan mengawasi orang-orang yang tidak dikenal atau yang dicurigai pemerintah.
Sama halnya dengan Seinendan, Keibodan juga mendapat latihan dasar-dasar
kemiliteran secara umum dan intensif. Selain itu, ada Heiho yang diperuntukkan
bagi para pemuda yang telah berhasil menamatkan pelajaran di sekolah menengah.
Mereka mempunyai tugas khusus, yaitu menjadi bagian dari kegiatan angkatan
perang Jepang yang tersebar di semua wilayah kekuasaan Jepang sebagai pembantu
prajurit Jepang. Adapun Pembela Tanah Air (PETA), dibentuk dengan tujuan
khusus, yaitu bekal bagi bangsa Indonesia ketika merdeka untuk dapat
mempertahankan wilayahnya. Selain memperoleh pendidikan kemiliteran, anggota
PETA juga diberi keterampilan memimpin pasukan dan strategi pertahanan. Tidaklah heran jika
tokoh-tokoh utama PETA banyak yang bergabung menjadi Tentara Nasional
Indonesia.
Para pemuda yang bersikap nonkooperatif
dan tidak menyukai fasisme Jepang, memilih melakukan gerakan bawah tanah.
Umumnya gerakan ini dilakukan dan dimotori oleh para pemuda yang tinggal di
asrama-asrama mahasiswa. Syahrir dan Amir Syarifuddin merupakan dua orang motor
penggerak organisasi bawah tanah ini. Mereka memiliki idealisme yang kuat untuk
tercapainya kemerdekaan yang harus direbut dengan tangan bangsa Indonesia
sendiri. Sikap menolak kerja sama dengan pemerintah, membuat kelompok ini
sering menemui konflik dengan penguasa Jepang.
Adapun organisasi-organisasi bentukan
Jepang lainnya adalah Gerakan Tiga A (3A), Djawa Hokokai, PUTERA yang dipimpin
oleh tokoh, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas
Mansyur. Mereka dikenal dengan nama 4 Serangkai yang bertugas melakukan
mobilisasi umum, seperti pengerahan tenaga romusha dan melakukan
persiapan-persiapan penting bagi sebuah negara merdeka (Cuo Sangi In).
Kemerdekaan Indonesia akhirnya dapat
diperoleh berkat perjuangan bangsa Indonesia. Sejak saat itu terjadi perubahan
dalam tata negara dari negara terjajah menjadi negara yang merdeka.
B.
Gerakan Pemuda Setelah Kemerdekaan Indonesia
Setelah pelaksanaan proklamasi
kemerdekaan, memang tidak dengan serta merta membawa Indonesia ke dalam situasi
yang aman dan tentram. Layaknya sebuah negara yang baru saja menikmati
kebebasan dari cengkeraman kolonialisme, masih banyak persoalan pemerintahan,
politik, dan ekonomi yang harus diselesaikan. Berbagai peristiwa pengalihan
kekuasaan terjadi di hampir semua kota di Jawa dan Sumatera. Hal ini seiring
dengan berbagai usaha yang dilakukan untuk memperkuat barisan pemuda. Seruan
dan tulisan-tulisan bernada heroic, seperti “Merdeka atau Mati” dan “Sekali
Merdeka Tetap Merdeka”, terdengar dan tertulis dimana-mana. Bendera Merah Putih
dikibarkan di kantor-kantor penting. Situasi ini akan dengan mudah memicu
konflik dengan pihak Jepang.
Para pemuda juga menentang simbol-simbol
menunjukkan kesan akan kembalinya kekuasaan Belanda di Indonesia, seperti
ketika di Hotel Yamato, Surabaya, dikibarkan bendera Belanda yang berwarna
merah, putih, dan biru. Para pemuda kemudian menyerbu hotel tersebut pada 19
September 1945. Beberapa orang dari mereka naik ke tiang bendera untuk
menurunkan bendera tiga warna itu, menyobek warna birunya, dan mengibarkannya
kembali dengan warna merah dan putih.
Peristiwa yang sangat mengundang resiko
ini telah menunjukkan adanya keinginan yang dalam dari bangsa Indonesia untuk
mempertahankan kemerdekaan meskipun harus berkorban jiwa. Peristiwa insiden
bendera ini selalu menjadi kenangan bagi bangsa Indonesia karena semangat
patriotis yang ditunjukkan oleh para pemuda yang sangat spontan dan tanpa
pamrih.
Pada masa awal kemerdekaan, pemerintahan
yang baru terbentuk ini harus menghadapi sejumlah permasalahan yang harus
segera diselesaikan, seperti menyusun pemerintahan, membentuk Komite Nasional
sebagai pembantu presiden, mengurus tawanan Jepang, menyelesaikan sejumlah
konflik yang terjadi antara para pemuda dan rakyat, baik dengan tentara Jepang
ataupun dengan tentara Sekutu dan NICA yang sudah mulai berdatangan untuk
menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang.
Bentrokan bersenjata terbesar antara para
pemuda dan tentara Jepang terjadi di Semarang. Ribuan pemuda gugur dalam
pertempuran yang berlangsung selama lima hari. September hingga memasuki awal
November 1945, keadaan di Indonesia memang semakin rumit dan genting. Hal ini
disebabkan masuknya tentara Sekutu ke kota-kota besar di Jawa. Awalnya,
kedatangan tentara Sekutu dalam kesatuan South East Asian Command (SEAC) di
bawah pimpinan Laksamana Lord Louis
Mountbatten, Pasukan disambut biasa saja oleh bangsa Indonesia. Pasukan
khusus dari SEAC yang ditugaskan untuk menerima penyerahan kekuasaan dari
Jepang adalah Allied Forces Netherlands East Indies. Pasukan khusus tersebut
membawa serta orang-orang Belanda dalam kesatuan Netherlands Indies Civil
Administration (NICA). Tujuan kedatangannya adalah untuk menegakkan kembali
pemerintahan Hindia Belanda. Rakyat Indonesia dengan cepat memberikan reaksi
melalui pertempuran yang tercatat dalam sejarah, antara Oktober hingga Desember
1945 terjadi pertempuran di Medan, Palembang, Surabaya, dan Bandung.
Pertempuran terbesar terjadi di Surabaya pada 10 November 1945. Ribuan nyawa
melayang demi mempertahankan kemerdekaan. Untuk mengenang peristiwa tersebut,
setiap 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Di Bandung, perjuangan
rakyatnya kemudian dikenang sebagai peristiwa Bandung Lautan Api. Peran pemuda
dalam periode mempertahankan kemerdekaan ini sangatlah besar. Mereka berjuang
bersama dan mengangkat senjata demi kehormatan bangsa Indonesia.
C.
Gerakan Pemuda dan Mahasiswa yang Memengaruhi Perubahan Tata Negara di
Indonesia
Tri
Tuntutan Rakyat (Tritura)
Tri Tuntutan Rakyat (atau biasa di singkat Tritura)
adalah tiga tuntutan kepada pemerintah yang diserukan para mahasiswa yang
tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Selanjutnya diikuti
oleh kesatuan-kesatuan aksi yang lainnya seperti Kesatuan Aksi Pelajar
Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi
Buruh Indonesia (KABI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi
Wanita Indonesia (KAWI), dan Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI), serta
didukung penuh oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Latar Belakang
Orde baru yang telah berlangsung selama 32 tahun oleh
Presiden Soeharto mengalami perkembangan dan penurunan dalam kinerja pemerintah
terutama perekonomian. Di samping itu sistem kemiliteran (ABRI) memiliki peran
penting dalam Orde Baru dalam menopang kekuasaan otoriter Orde Baru. Namun yang
menjadi krisis dan keretakan sistem Orde Baru ialah krisis ekonomi dan moneter
serta kegagalan pemerintah dalam merespon dan mengatasi krisis tersebut
sehingga membuat legitimasi pemerintah Soeharto Jatuh.
Ketika gelombang demonstrasi menuntut pembubaran PKI
semakin keras, pemerintah tidak segera mengambil tindakan. Keadaan negara
Indonesia sudah sangat parah, baik dari segi ekonomi maupun politik. Harga barang
naik sangat tinggi terutama bahan bakar minyak (BBM). Oleh karenanya, pada
tanggal 12 Januari 1966, KAMI dan KAPPI memelopori kesatuan aksi yang tergabung
dalam Front Pancasila mendatangi DPR-GR menuntut Tritura. Isi Tritura adalah:
Pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya
Perombakan kabinet Dwikora
Turunkan harga sembako
Tuntutan pertama dan kedua sebelumnya sudah pernah
di serukan oleh KAP-Gestapu (Kesatuan Aksi Pengganyangan Gerakan 30 September).
Sedangkan tuntutan ketiga baru diserukan saat itu. Tuntutan ketiga sangat
menyentuh kepentingan orang banyak.
Pada tanggal 21 Februari 1966 Presiden Soekarno
mengumumkan reshuffle kabinet. Dalam kabinet itu duduk para simpatisan PKI.
Kenyataan ini menyulut kembali mahasiswa meningkatkan aksi demonstrasinya.
Tanggal 24 Februari 1966 mahasiswa memboikot pelantikan menteri-menteri baru.
Dalam insiden yang terjadi dengan Resimen Tjakrabirawa, Pasukan Pengawal
Presiden Soekarno, seorang mahasiswa Arif Rahman Hakim meninggal. Pada tanggal
25 Februari 1966 KAMI dibubarkan, namun hal itu tidak mengurangi gerakan-gerakan
mahasiswa untuk melanjutkan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura).
Rentetan demonstrasi yang terjadi menyuarakan
Tritura akhirnya di ikuti keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar)
oleh Presiden Soekarno yang memerintahkan kepada Mayor Jenderal Soeharto selaku
panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan
keamanan dan ketertiban.
No comments:
Post a Comment